Malin
Kundang
Dahulu kala di Padang
Sumatera Barat tepatnya di perkampungan Pantai Air Manis ada seorang janda
bernama Mande Rubayah. Dia mempunyai anak laki-laki bernama Malin Kundang.
Malin Kundang sangat disayangi ibunya, karena sejak kecil Malin Kundang sudah
ditinggal mati oleh ayahnya.
Malin dan Ibunya tinggal
di perkampungan nelayan. Ibunya sudah tua dia hanya bekerja sebagai penjual kue.
Pada suatu hari Malin jatuh sakit.
Mande Rubayah : “Tidak pernah Malin jatuh sakit seperti ini,
apa yang harus saya lakukan? (terdiam sejenak). Bagaimana jika saya
memanggil tabib saja untuk mengobati Malin?”
Kemudian Mande Rubayah mendatangkan tabib yang ada di sekitar desanya untuk mengobati Malin Kundang.
Tabib : “Sebenarnya apa yang terjadi
pada Malin Kundang ambu? (Sambil mengobati Malin)”
Mande Rubayah : “Tidak tahu, tiba-tiba saja badan Malin panas
sekali.”
Tabib : “Sepertinya dia hanya kelelahan
saja, jangan lupa minum jamu ini sesudah makan ya”
Mande Rubayah : “Baiklah kalau
begitu, terimakasih tabib”
Tabib : “Sama-sama,
cepat sembuh ya Malin”
Malin Kundang : “(Menganggukkan
kepala)”
Setelah beberapa hari
kemudian Malin pun sembuh dari sakit yang di deritanya.
Dan seiring
berjalannya waktu, Maling bertumbuh dewasa. Suatu hari, Malin bertemu dengan teman
semasa kecilnya.
Jambrong :
“Malin?”
Malin Kundang :
“Siapa ya? ”
Jambrong :
“ Ya ampun Malin, masa lo ga kenal gue?”
Malin Kundang :
“(Sambil mengingat) sebentar, Jambrong kah? Tapi gak mungkin deh.”
Jambrong :
“Nah itu lo kenal. What’s up bro?”
Malin Kundang :
“(Dengan wajah terheran-heran) ini bener Jambrong? Wiihh lu beda banget brong, tampilan
lu sama rambut lu yang se-jambrong nama
lu itu sekarang beda banget.
Jambrong : “Iya sekarang gue berubah, malu dikatain mulu. Eh lin, lo mau gagah, kaya, keren kayak gue ga?”
Malin Kundang : “Hmm.. (berfikir sejenak) mau-mau”
Jambrong : ”Kalo lu mau, lu merantau kayak gue aja”
Malin Kundang : “Merantau? Gimana ya? (berfikir sejenak) Wah gue harus minta izin sama ibu gue dulu nih.”
Malin Kundang : “Hmm.. (berfikir sejenak) mau-mau”
Jambrong : ”Kalo lu mau, lu merantau kayak gue aja”
Malin Kundang : “Merantau? Gimana ya? (berfikir sejenak) Wah gue harus minta izin sama ibu gue dulu nih.”
Jambrong :
“Oke, kalo udah pasti kabarin gue ya.”
Malam
harinya, Malin meminta izin kepada ibunya untuk pergi ke negeri sebrang yang ditawari Jambrong. Dengan harapan nantinya ketika kembali ke
kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kayaraya.
Malin Kundang : “(Bulak-balik tidak karuan)”
Malin Kundang : “(Bulak-balik tidak karuan)”
Mande Rubayah :
“Ada apa dengan mu nak? Ambu perhatikan kamu seperti orang bingung seperti itu?”
Malin Kundang : “hmm.. Bu, saya mau pergi merantau ke
negeri Sebrang. Apakah boleh bu? (Dengan
sedikit ragu-ragu)”
Mande
Rubayah : “Kau yakin nak? Jika kau pergi, bersama siapa ambu disini?“
Malin Kundang :
“Hmm.. tapi ini demi kebaikan kita juga ambu, Malin ingin membuat ambu bahagia
malin tidak ingin melihat ambu hidup seperti ini terus menerus”
Mande Rubayah :
(Hanya terdiam)
Malin Kundang : “Saya yakin bu, tolong izinkan malin. Malin janji jika malin sudah menjadi kaya raya, malin akan kembali menemui ambu dan membuat ambu bahagia“
Mande Rubayah : “Baiklah kalau itu keinginan mu nak, ambu izinkan, ambu akan selalu mendo’akan yang terbaik untuk mu nak“
Malin Kundang : “Saya yakin bu, tolong izinkan malin. Malin janji jika malin sudah menjadi kaya raya, malin akan kembali menemui ambu dan membuat ambu bahagia“
Mande Rubayah : “Baiklah kalau itu keinginan mu nak, ambu izinkan, ambu akan selalu mendo’akan yang terbaik untuk mu nak“
Malin Kundang :
“Terimakasih ambu”
Keesokan harinya Malin memberitahu Jambrong kalau dia sudah diperbolehkan
untuk Merantau. Malin
Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di
kampung halamannya yang sudah sukses.
Selama berada di kapal, Malin Kundang
banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah
berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada
teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam
hal perkapalan.
Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai
dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin
Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang
berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan
orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin selamat,
karena ia segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang : “Alhamdulillah, saya selamat tidak dibunuh oleh para bajak laut, ini semua berkat do’a ambu yang telah
mendo’akan ku terimakasih ya Allah terimakasih ambu”
Malin Kundang terkatung-katung
tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju desa yang terdekat dari pantai.
Sesampainya di desa ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya
terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh
masyarakat di desa tersebut.
Malin Kundang : “Terimakasih sudah menolong saya (Sambil
terengah-engah”
Saudagar Kaya : “Sebenarnya apa yang telah terjadi padamu nak?”
Malin pun menceritakan kejadian
yang telah dialaminya dan memberitahu tujuan ia melakukan pelayarannya.
Saudagar Kaya : “Yasudah, untuk sementara waktu kamu tinggal
disini saja, saya akan memberikanmu pekerjaan.”
Malin Kundang : “ Terimakasih Tuan, saya janji, tidak akan mengecewakan
Tuan.
Disisi lain, setiap sore Mande
Rubayah selalu memantau ke laut. Jika ada kapal yang datang merapat ia selalu
menanyakan kabar tentang anaknya.
Mande Rubayah : “Jamrong, bagaimana
kabar Malin? Apakah baik-baik saja?”
Jamrong : “Wah, saya tidak
tahu ambu, coba saja tanyakan ke nahkoda itu (sambil menunjuk)”
Mande Rubaya : “Permisi pak, apakah
bapak tau kabar dari Malin Kundang?”
Jamrong : “Ambu yang tidak
tahu terimakasih! mentang-mentang gue gak tau langsung pergi gitu aja.”
Mande Rubaya : “Hmm, terimakasih ya
sebelumnya brong”
Jamrong : “Ehh ii iiya
sama-sama (Sambil menggaruk-garukan kepalanya) ternyata gue salah perkiraan
hehe”
Nahkoda : “Wah, saya tidak
tahu bu, tidak ada kabar yang dititipkannya selama ini.”
Mande Rubayah : “Yasudah kalau begitu,
terimakasih ya pak (Dengan wajah yang murung)”
“Ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang?...”
rintih Mande Rubayah tiap malam.
Dan disisi lain, Malin bekerja dengan giat dan ulet. Hingga
ia menjadi seorang yang sukses dan kaya raya.
Malin Kundang : “Alhamdulillah ya
Allah, hamba-mu ini sudah menjadi orang yang sukses, terimakasih ambu tanpa
do’amu malin tidak akan menjadi seperti ini (Sambil memegang uang hasil
kerjanya)”
Tiba-tiba seorang gadis yang
selama ini adalah anak dari saudagar kaya datang menghampiri Malin untuk saling
berkenalan, dan Malin sangat terkesima melihat penampilan gadis secantik dia.
Cahaya : “Hmm.. permisi,
boleh gak aku duduk di sebelah kamu?”
Malin Kundang : “Hah? Ohh ttetetentu
(dengan suara yang terbata-bata”
Cahaya : “Santai aja
lagi, aku juga manusia ko hahaha”
Malin Kundang : “Habis kamu cantik
banget sih aku jadi grogi, ehh maksud nya engga ko engga duh keceplosan.
Cahaya : “Hahaha ada-ada aja
sih kamu (dengan wajah yang memerah)”
Sampai suatu saat Malin pun
menyukai Cahaya dan Cahaya pun menyukai Malin. Lalu mereka berpacaran .Tetapi
sebenarnya, Cahaya menyukai Malin hanya karena kesuksesan yang telah Malin
miliki dan ia hanya tergila-gila dengan harta yang Malin miliki. Tetapi Malin tidak mengetahui sikap Cahaya
yang seperti itu, dan akhirnya ia berniat untuk melamarnya.
Malin Kundang : “Tuan bolehkah saya mempersunting Putri
Tuan?”
Saudagar Kaya : “Dengan alasan apa kamu mau menikahi Putri
saya?”
Malin Kundang : “Karna Putri anda cantik dan saya sangat menyukainya selain itu dia
baik .”
Saudagar Kaya : “Jadi begitu, baiklah jika itu keinginan mu saya
akan merestuinya”
Akhirnya Malin dan Cahaya pun menikah
dan mereka hidup bahagia. Setelah beberapa lama menikah,
Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai
anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Mande Rubayah yang setiap hari menunggui anaknya,
melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua
orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang
berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Dan kali ini Mande Rubayah memantau kapal
dengan tetangga terdekatnya yaitu Upik.
Mande
Rubayah : “Malin kah itu? (Dengan penuh
harapan)”
Upik : “Mungkin ambu, tapi apakah
mungkin Malin berada di kapal seindah itu?”
Malin Kundang beserta
istrinya pun turun dari kapal sambil bergandengan tangan.
Cahaya : “Desa ini
nyaman dan tentram ya uda”
Mande Rubayah : “Ma..ma..ma Malin…
(Berteriak dan berlari menghampiri Malin)”
Malin Kundang : “(Hanya diam dan
bingung)”
Mande Rubayah : “Malin, Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan
kabar? (Sambil memegang
tangan Malin Kundang)”
Malin
tidak percaya bahwa wanita tua yang berpakaian compang-camping itu adalah
Ibunya. Seingat Malin Ibunya adalah seorang wanita berbadan tegar dan kuat.
Cahaya :
“ Apakah ini benar Ibumu?? “
Malin Kundang :
“Tidakkk! (Sambil melepaskan dan mendorong wanita itu) Kau bukan Ibuku, kau
hanya orang gila yang mengaku-ngaku aku sebagai anakmu karena aku sekarang
sudah menjadi orang yang kaya raya. Ibuku sudah mati”
Mande Rubayah :
“Astagfirullah, Malin…Malin…anakku, aku ini ibumu nak! (Sambil menangis)”
Upik :
“Sabar ambu sabar (Sambil mengusap-ngusap badannya)”
Mande Rubayah :
“Saya yakin bahwa kau adalah anakku, karna bukti ini (menunjuk ke arah lengan)
yang menjadi bukti!”
Malin Kundang menghiraukan perkataan Ibunya.
Pikirannya kacau karena dia telah membohongi istri dan mertuanya. Seandainya
wanita itu benar ibunya, dia tidak akan mengakuinya. Ia malu kepada istrinya.
Upik :“Kau
sudah keterluan Malin, kau tidak mau mengakui Ibu yang sudah mengurus dan
membesarkanmu sampai saat ini. Mentang-mentang kau sudah kaya sampai-sampai
seperti kacang yang lupa pada kulitnya.”
Malin Kundang :
“Hai, perempuan tua! Ibuku tidak seperti engkau! Melarat dan dekil (nada
mengejek)”
Mande Rubayah :
“Jika engkau bukan anakku Malin, aku maafkan perbuatanmu. Tapi, jika kau benar
anakku, kau adalah anak yang durhaka.”
Raut
wajah Malin pun menjadi ketakutan, Mande Rubayah sudah terlanjur sakit hati
hingga ia mengutuk anaknya.
Mande Rubayah :
“Engkau sudah keterlaluan Malin, atas kuasa mu Tuhan.. Ku kutuk kau menjadi batu!
(Menunjuk Malin)”
Malin Kundang :
“(Malin pun bersujud di kaki Mande Rubayah) Maafkan aku ambuuu…”
Tiba-tiba
langit pun menjadi gelap, petir menyambar-nyambar, ombak besar pun menghantam
karang. Perlahan tubuh Malin menjadi .batu. Cahaya, Upik, dan Mande Rubayah
menjadi saksi bahwa Malin Kundang adalah anak yang durhaka.
~TAMAT~
Tim kreatif : Salsa Vianita
Dina Ramayanti
Ranty Nalsy Putri
Safira Nurzaneta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar