Rabu, 13 Maret 2013

Drama Legenda malin Kundang


Malin Kundang
Dahulu kala di Padang Sumatera Barat tepatnya di perkampungan Pantai Air Manis ada seorang janda bernama Mande Rubayah. Dia mempunyai anak laki-laki bernama Malin Kundang. Malin Kundang sangat disayangi ibunya, karena sejak kecil Malin Kundang sudah ditinggal mati oleh ayahnya.
Malin dan Ibunya tinggal di perkampungan nelayan. Ibunya sudah tua dia hanya bekerja sebagai penjual kue. Pada suatu hari Malin jatuh sakit.
Mande Rubayah : “Tidak pernah Malin jatuh sakit seperti ini, apa yang harus saya lakukan? (terdiam sejenak). Bagaimana jika saya memanggil tabib saja untuk mengobati Malin?
        Kemudian Mande Rubayah mendatangkan tabib yang ada di sekitar desanya untuk mengobati Malin Kundang.
Tabib                : “Sebenarnya apa yang terjadi pada Malin Kundang ambu? (Sambil mengobati Malin)”
Mande Rubayah : “Tidak tahu, tiba-tiba saja badan Malin panas sekali.”
Tabib                : “Sepertinya dia hanya kelelahan saja, jangan lupa minum jamu ini sesudah makan ya
Mande Rubayah : “Baiklah kalau begitu, terimakasih tabib”
Tabib                : “Sama-sama, cepat sembuh ya Malin”
Malin Kundang   : “(Menganggukkan kepala)”
Setelah beberapa hari kemudian Malin pun sembuh dari sakit yang di deritanya. Dan seiring berjalannya waktu, Maling bertumbuh dewasa. Suatu hari, Malin bertemu dengan teman semasa kecilnya.
Jambrong         : “Malin?”
Malin Kundang   : “Siapa ya? ”
Jambrong         : “ Ya ampun Malin, masa lo ga kenal gue?”
Malin Kundang   : “(Sambil mengingat) sebentar, Jambrong kah? Tapi gak mungkin deh.”
Jambrong         : “Nah itu lo kenal. What’s up bro?”
Malin Kundang   : “(Dengan wajah terheran-heran) ini bener Jambrong? Wiihh lu beda banget brong, tampilan lu sama rambut lu yang se-jambrong  nama lu itu sekarang beda banget.
Jambrong         : “Iya sekarang gue berubah, malu dikatain mulu. Eh lin, lo mau gagah, kaya, keren kayak gue ga?”
Malin Kundang   : “
Hmm..  (berfikir sejenak) mau-mau
Jambrong         : ”
Kalo lu mau, lu merantau kayak gue aja”
Malin Kundang   : “
Merantau? Gimana ya? (berfikir sejenak) Wah gue harus minta izin sama ibu gue dulu nih.”
Jambrong         : “Oke, kalo udah pasti kabarin gue ya.”
Malam harinya, Malin meminta izin kepada ibunya untuk pergi ke negeri sebrang yang ditawari Jambrong. Dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kayaraya.
Malin Kundang   : “
(Bulak-balik tidak karuan)”
 Mande Rubayah : “Ada apa dengan mu nak? Ambu perhatikan kamu seperti orang bingung seperti itu?”
 Malin Kundang   : “hmm.. Bu, saya mau pergi merantau ke negeri Sebrang. Apakah boleh bu? (Dengan sedikit ragu-ragu)
Mande Rubayah : “Kau yakin nak? Jika kau pergi, bersama siapa ambu disini?
Malin Kundang   : “Hmm.. tapi ini demi kebaikan kita juga ambu, Malin ingin membuat ambu bahagia malin tidak ingin melihat ambu hidup seperti ini terus menerus”
Mande Rubayah : (Hanya terdiam)
Malin        Kundang   : “Saya yakin
bu, tolong izinkan malin. Malin janji jika malin sudah menjadi kaya raya, malin akan kembali menemui ambu dan membuat ambu bahagia
Mande Rubayah : “Baiklah kalau itu keinginan mu
nak, ambu izinkan, ambu akan selalu mendo’akan yang terbaik untuk mu nak
Malin Kundang   : “Terimakasih ambu”
Keesokan harinya Malin memberitahu Jambrong kalau dia sudah diperbolehkan untuk Merantau. Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung  halamannya yang sudah sukses.
Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan.
Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin selamat, karena ia segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang   : “Alhamdulillah, saya selamat tidak dibunuh oleh para bajak laut, ini semua berkat do’a ambu yang telah mendo’akan ku terimakasih ya Allah terimakasih ambu
Malin Kundang terkatung-katung tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut.
Malin Kundang   : “Terimakasih sudah menolong saya (Sambil terengah-engah
Saudagar Kaya  : “Sebenarnya apa yang telah terjadi padamu nak?”
Malin pun menceritakan kejadian yang telah dialaminya dan memberitahu tujuan ia melakukan pelayarannya.
Saudagar Kaya  : “Yasudah, untuk sementara waktu kamu tinggal disini saja, saya akan memberikanmu pekerjaan.”
Malin Kundang   : “ Terimakasih Tuan,  saya janji, tidak akan mengecewakan Tuan.
        Disisi lain, setiap sore Mande Rubayah selalu memantau ke laut. Jika ada kapal yang datang merapat ia selalu menanyakan kabar tentang anaknya.
Mande Rubayah : “Jamrong, bagaimana kabar Malin? Apakah baik-baik saja?”
Jamrong           : “Wah, saya tidak tahu ambu, coba saja tanyakan ke nahkoda itu (sambil menunjuk)”
Mande Rubaya   : “Permisi pak, apakah bapak tau kabar dari Malin Kundang?”
Jamrong           : “Ambu yang tidak tahu terimakasih! mentang-mentang gue gak tau langsung pergi gitu aja.”
Mande Rubaya   : “Hmm, terimakasih ya sebelumnya brong”
Jamrong           : “Ehh ii iiya sama-sama (Sambil menggaruk-garukan kepalanya) ternyata gue salah perkiraan hehe”
Nahkoda           : “Wah, saya tidak tahu bu, tidak ada kabar yang dititipkannya selama ini.”
Mande Rubayah : “Yasudah kalau begitu, terimakasih ya pak (Dengan wajah yang murung)”
         “Ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang?...” rintih Mande Rubayah tiap malam.
        Dan disisi lain, Malin bekerja dengan giat dan ulet. Hingga ia menjadi seorang yang sukses dan kaya raya.  
Malin Kundang   : “Alhamdulillah ya Allah, hamba-mu ini sudah menjadi orang yang sukses, terimakasih ambu tanpa do’amu malin tidak akan menjadi seperti ini (Sambil memegang uang hasil kerjanya)”
        Tiba-tiba seorang gadis yang selama ini adalah anak dari saudagar kaya datang menghampiri Malin untuk saling berkenalan, dan Malin sangat terkesima melihat penampilan gadis secantik dia.
Cahaya              : “Hmm.. permisi, boleh gak aku duduk di sebelah kamu?”
Malin Kundang   : “Hah? Ohh ttetetentu (dengan suara yang terbata-bata”
Cahaya              : “Santai aja lagi, aku juga manusia ko hahaha”
Malin Kundang   : “Habis kamu cantik banget sih aku jadi grogi, ehh maksud nya engga ko engga duh keceplosan.
Cahaya              : “Hahaha ada-ada aja sih kamu (dengan wajah yang memerah)”
Sampai suatu saat Malin pun menyukai Cahaya dan Cahaya pun menyukai Malin. Lalu mereka berpacaran .Tetapi sebenarnya, Cahaya menyukai Malin hanya karena kesuksesan yang telah Malin miliki dan ia hanya tergila-gila dengan harta yang Malin miliki.  Tetapi Malin tidak mengetahui sikap Cahaya yang seperti itu, dan akhirnya ia berniat untuk melamarnya.
Malin Kundang   : “Tuan bolehkah saya mempersunting Putri Tuan?”
Saudagar Kaya  : “Dengan alasan apa kamu mau menikahi Putri saya?”
Malin Kundang   : “Karna Putri anda cantik dan saya sangat menyukainya selain itu dia baik .”
Saudagar Kaya  : “Jadi begitu, baiklah jika itu keinginan mu saya akan merestuinya”
        Akhirnya Malin dan Cahaya pun menikah dan mereka hidup bahagia. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak.  Mande Rubayah yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Dan kali ini Mande Rubayah memantau kapal dengan tetangga terdekatnya yaitu Upik.
Mande Rubayah : “Malin kah itu? (Dengan penuh harapan)”
Upik                  : “Mungkin ambu, tapi apakah mungkin Malin berada di kapal seindah itu?”
        Malin Kundang beserta istrinya pun turun dari kapal sambil bergandengan tangan.
Cahaya              : “Desa ini nyaman dan tentram ya uda”
Mande Rubayah : “Ma..ma..ma Malin… (Berteriak dan berlari menghampiri Malin)”
Malin Kundang   : “(Hanya diam dan bingung)”
Mande Rubayah : “Malin, Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar? (Sambil memegang tangan Malin Kundang)”
        Malin tidak percaya bahwa wanita tua yang berpakaian compang-camping itu adalah Ibunya. Seingat Malin Ibunya adalah seorang wanita berbadan tegar dan kuat.
Cahaya              : “ Apakah ini benar Ibumu?? “
Malin Kundang   : “Tidakkk! (Sambil melepaskan dan mendorong wanita itu) Kau bukan Ibuku, kau hanya orang gila yang mengaku-ngaku aku sebagai anakmu karena aku sekarang sudah menjadi orang yang kaya raya. Ibuku sudah mati”
Mande Rubayah : “Astagfirullah, Malin…Malin…anakku, aku ini ibumu nak! (Sambil menangis)”
Upik                  : “Sabar ambu sabar (Sambil mengusap-ngusap badannya)”
Mande Rubayah : “Saya yakin bahwa kau adalah anakku, karna bukti ini (menunjuk ke arah lengan) yang menjadi bukti!”
Malin Kundang menghiraukan perkataan Ibunya. Pikirannya kacau karena dia telah membohongi istri dan mertuanya. Seandainya wanita itu benar ibunya, dia tidak akan mengakuinya. Ia malu kepada istrinya.
Upik                  :“Kau sudah keterluan Malin, kau tidak mau mengakui Ibu yang sudah mengurus dan membesarkanmu sampai saat ini. Mentang-mentang kau sudah kaya sampai-sampai seperti kacang yang lupa pada kulitnya.”
Malin Kundang   : “Hai, perempuan tua! Ibuku tidak seperti engkau! Melarat dan dekil (nada mengejek)”
Mande Rubayah : “Jika engkau bukan anakku Malin, aku maafkan perbuatanmu. Tapi, jika kau benar anakku, kau adalah anak yang durhaka.”
        Raut wajah Malin pun menjadi ketakutan, Mande Rubayah sudah terlanjur sakit hati hingga ia mengutuk anaknya.
Mande Rubayah : “Engkau sudah keterlaluan Malin, atas kuasa mu Tuhan.. Ku kutuk kau menjadi batu! (Menunjuk Malin)”
Malin Kundang   : “(Malin pun bersujud di kaki Mande Rubayah) Maafkan aku ambuuu…”
        Tiba-tiba langit pun menjadi gelap, petir menyambar-nyambar, ombak besar pun menghantam karang. Perlahan tubuh Malin menjadi .batu. Cahaya, Upik, dan Mande Rubayah menjadi saksi bahwa Malin Kundang adalah anak yang durhaka.
~TAMAT~


 Tim kreatif : Salsa Vianita
                     Dina Ramayanti
                     Ranty Nalsy Putri
                     Safira Nurzaneta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar